Admin/Ilustrasi(M.LATIEF/Kompas.com) |
Murid-murid
dan siswa-siswi mengalami kecemasan terhadap bagaimanakah nanti soal
ujiannya dan apakah mereka sudah memiliki kemampuan untuk
mengerjakannya. Terlebih bagi murid-murid kelas 6, yang baru pertama akan menempuh UAN, dilanda kekuatiran nantinya akan mengalami kesulitan dalam pengerjaan soal multiple choice dengan lembar jawab komputerisasi. Semuanya cemas terhadap kemungkinan mengalami kegagalan dalam meraih jenjang pendidikan berikutnya.
Para
orang tua gelisah tentang nilai hasil UAN anak-anak mereka, terlebih
mereka yang terlalu menekankan pentingnya rangking dan nilai-nilai angka
bagi anak-anaknya. Tuntutan jumlah nilai tertentu yang harus dicapai
agar anak-anak mereka memperoleh sekolah favorit mereka.
Para
guru yang bidang studinya disertakan sebagai UAN galau kalau apa yang
mereka ajarkan tidak terserap dengan baik oleh peserta didik dan nilai
ujian mereka buruk dan tidak lulus. Bahkan sekolah sendiri juga cemas
tidak mampu meluluskan 100 persen sehingga sekolah tersebut menjadi
tidak laku pada tahun ajaran berikutnya, karena dianggap sekolah yang
tidak berkualitas.
Kecemasan,
keresahan, kegelisahan dan kegalauan itulah yang memang sengaja
diciptakan oleh para pengambil kebijakan sistem pendidikan nasional
khususnya mengenai UAN. Segala cara akhirnya dilakukan agar hasil UAN
bisa terpenuhi sesuai tuntutan. Selanjutnya yang terjadi adalah Mafia
dalam sistem pendidikan kita. Mengapa demikian? Marilah kita perhatikan
apa yang akan coba saya paparkan hasil pengamatan dan pegalaman saya
selama lebih dari 30 tahun menjadi guru (bagi saya terasa sebagai buruh
pendidikan) dan secara khusus selama sistem UAN diterapkan.
Lembaga Bimbingan Belajar (LBB)
Banyak
LBB diselengarakan dimana-mana’ mulai dari yang kecil tapi murah sampai
yang mahal yang penyelenggaraannya menggunakan sistem bisnis waralaba.
Penyelengaraannya adalah dengan mencecar para pesertanya dengan latihan
mengerjakan dan mencermati ciri-ciri soal ujian pilihan ganda seperti
yang dipakai pada UAN.
Masing-masing
lembaga bimbingan belajar bersaing menawarkan kemungkinan lulus dengan
nilai yang mendekati sempurna. Bahkan ada LBB yang berani menjamin
pesertanya pasti lulus dan diterima di jenjang pendidikan pada sekolah
favorit berikutnya yang mereka inginkan.
Bagaimana
mungkin kelulusan terbaik bisa dijamin oleh lembaga bimbingan belajar
tersebut? Nah, jawabannya saya peroleh ketika pada tahun lalu saya
mencoba mengamati dan memperoleh informasi dengan cara menjadi pengajar selama dua bulan di salah satu LBB yang pernah menjadi LBB pilihan pada beberapa tahun yang lalu. Dahulu lembaga ini sangat laris dan selalu bisa menjamin kelulusan tapi
sekarang tidak seperti itu lagi. Dari pembicaraan bisik-bisik antara
saya dengan penyelengaranya saya memperoleh informasi ternyata dahulu
lembaga ini bekerjasama dengan para penentu kebijakan dan penyelenggara
UAN pada waktu itu, yang tentu saja uang bermain disini. Bentuk soal dan
bocoran soal secara tersamar bisa diperoleh dan pada ujungnya diberikan
pada para peserta bimbingan belajar. Sementara saat ini LBB tersebut
tidak laku lagi karena para penentu kebijakan dan penyelengara UAN sudah
berganti orang-orangnya lalu LBB lain sudah lebih dahulu melobinya
dengan uang yang lebih besar. Maka jangan heran kalau sekarang terlihat
ada LBB yang dulu laris berubah terpuruk dan ada yang dulu tidak laku
sekarang laris berkibar.
Para pengajar di LBB
yang sedang laris tersebut sebagian besar adalah para guru sekolah
favorit yang diberi honor yang cukup besar serta biasanya mereka membawa
murid-murid atau siswa-siswinya untuk mengikuti bimbingan belajar
disitu. Inilah jejaring yang terjadi di dalam suatu LBB.
Lembar Kerja Siswa (LKS)
LKS dengan alasan untuk latihan menghadapi UAN diadakan dan saya pernah mengkritisinya dalam artikel saya di HL edukasi kompasiana 22 April 2012, Lembar Kerja Siswa (LKS), Pembodohan dan Bisnis Berkedok Pendidikan.
Artikel
saya tersebut mendapat banyak tanggapan dan sebagian besar setuju
dengan pendapat saya bahwa LKS hanya menjadi ajang bisnis antara
perusahaan percetakan, sekolah dan para guru. Murid-murid dan siswa-siswi mengalami proses pembodohan dan tidak menjadi kritis
dalam penalaran serta tidak mampu menyampaikan pendapat dengan baik
karena hanya dicecar dengan LKS saja dalam proses belajar mengajarnya.
Para guru menjadi pemalas dan tidak kreatif karena LKS sudah disediakan
oleh percetakan dan bukan hasil kreatifitas mereka sesuai tuntutan
kebutuhan siswa-siswi mereka.
Para guru lebih mementingkan memperoleh komisi dari setiap LKS yang
dibeli oleh siswa-siswi. Sungguh memalukan sekaligus memprihatinkan.
Mengajarkan Ketidakjujuran
Demi memperoleh kelulusan dan nilai yang tinggi pada UAN sering terjadi kasus pembocoran soal ujian oleh oknum-oknum tertentu pengejar kepentingan pribadi sesaat. Bahkan kadang oleh sekolah sendiri seperti yang sering terjadi setiap kali penyelengaraan UAN.
Akibat dari penerapan sistem UAN, memang berdampak pada larisnya LBB tertentu dan
menjamurnya percetakan-percetakan pembuat LKS yang menyerap tenaga
kerja, tetapi merusak tujuan pendidikan yang sesungguhnya. Kecerdasan dan kemajuan penalaran siswa- siswi dikorbankan demi kepentingan bisnis percetakan.
Perguruan
tinggi menjadi lembaga yang ‘tidak makan nangkanya terkena getahnya’.
Mahasiswa-mahasiswi pada umumnya mengalami kesulitan saat menyesuaikan
dengan sistem belajar di perguruan tinggi yang membutuhkan kemampuan
penalaran dan analisis. Menjadi mahasiswa yang cenderung text-book thinking serta kurang berani menyampaikan pendapat. Maka tidak mengherankan pula kalau akibatnya banyak yang menjadi mahasiswa-mahasiswi copy-paste. Tukang menyontek dan plagiator- plagiatris yang handal. Pada akhirnya kualitas lulusan perguruan tinggi juga menurun.
Sudah saatnya semua
pihak mencermati sistem pendidikan kita ini, khususnya penerapan UAN,
penyelenggaraan LBB dan pengunaan LKS. Sistem pendidikan formal kita
tidak hanya jalan ditempat tapi bahkan mengalami kemerosotan yang sangat
tragis dan mencemaskan. Kita pasti akan kehilangan generasi muda yang cerdas dan berpenalaran tinggi kalau sistem pendidikan kita masih seperti ini.
Inilah
sekedar ungkapan keprihatinan saya (lagi) terhadap sistem pendidikan
kita serta ungkapan kecintaan saya pada generasi muda Indonesia. Saya
tidak ingin kehilangan generasi muda yang jujur dan berkualitas. Sebagian generasi tua yang korup dan tidak jujur biarlah mereka menunggu ajalnya
saja. Para generasi muda, mari bangkit menempa diri dan mencontoh para
generasi tua yang baik saja. Selamat belajar dan berjuang menjadi
pribadi yang jujur dan berkualitas.
sumber
sumber
Silahkan Gunakan Facebook Comment, Jika Anda Tidak Memiliki Url Blog!
Comments for blogger! brought to you by INFONETMU , Ingin Kotak Komentar seperti ini? KLIK DISINI!?
+ comments + 1 comments
up' ups
Post a Comment