Selamat Datang Bagan Batu Online | Pusat Informasi Seputar Bagan Batu | Dari Kita Untuk Kita

Kota SAWIT | Sejahtera | Aman | Wirausaha | Indah | Tertib |

Hampir Pernah Jadi Koruptor

Thursday, October 17, 20130 comments

Ternyata korupsi itu bukan milik pejabat atau anggota dewan loh, tapi hampir seluruh lapisan masyarakat, bahkan penulis sendiri hampir menjadi koruptor untung saja uang suapnya masih kecil, coba kalau Milyaran Rupiah, bakal jadi deh hehe ngimpi. Kisah ini terjadi setahun yang lalu, kala itu gang dimana tempat tinggal penulis sedang dapat kucuran proyek Semenisasi yang nilai anggaran proyek cuma bekisar Rp. 500 juta lebih, ya tidak mungkinlah warga biasa seperti penulis ini dapat uang suap hingga diangka Milyaran Rupiah hehe.

Awal mulanya ada seorang tetangga yang hendak ke Mesjid untuk menunaikan Sholat Mahgrib memergoki seorang pekerja kontruksi semenisasi menarik besi kontruksi dari jalan yang baru saja dicor semen dan campuran pasir serta kerikil itu. Mendapati hal itu tetangga penulis tidak lantas menegur para pekerja karena waktu Sholat berjamaah sudah sebentar lagi.

Setelah pulang dari Mesjid beliau pun coba mempertanyakan kepada para pekerja, apa sebenarnya kontruksi semenisasi jalan ini tidak menggunakan besi semua.? Lantas jawaban para pekerja yang setiap hari lembur namun siang hari tidak bekerja pun menjawab bahwasanya menggunakan besi seutuhnya. Tetangga penulis yang melihat dengan mata sendiri pun mencoba menjelaskan dengan kesaksian beliau, bahwa tadinya besi yang sudah ditimbun dengan semen cor-an ditarik lagi. Terjadi agak tegang komunikasi mereka yang akhirnya tetangga penulis coba menemui penulis yang saat itu sedang  berjualan pulsa lengkap dengan BTSnya, (tidak jauh dari BTS maksudnya, hehe) dan menjelaskan apa saja yang baru terjadi. Wah kok mengadu kepenulis ya, bukankah ada ketua RT, RW bahkan ada juga anggota Dewan yang hampir setiap hari selalu ada di Rumah Sakit swasta yang juga dipimpinnya. Oh ternyata beliau sitetangga penulis tidak ketemu dengan pak Dewan dan engan melaporkan kepada ketua RT, konon biasanya para sesepuh sekelas perangkat desa sudah tahu sendirilah apa yang dimaksud, hemm.

Setelah penulis menutup kios dan pulang ke rumah, penulis mencoba menghampiri  kontruksi semenisasi dan melihat para pekerja  sedang sibuk bekerja. Tidak lama berselang mesin molen pun mati, karena rusak kata para pekerja. Para tetangga lainnya pun sempat berbisik kepada penulis, ” mesinnya pasti mati tuh bang kalau ada warga yang datang dengan sengaja melihat-lihat pengerjaan semenisasi” ujarnya meyakinkanku.

Entah karena hobi memotret dengan kamera saku, penulis tidak menyadari sedari tadi meninting kamera saku, ya jelas saja mereka seperti rada ketakutan gitu, wah bakal kena liput nih. Ah penulis cuma menanyakan saja perihal besi tersebut, dan sepertinya para pekerja tetap tidak mengakui tidak menggunakan besi seutuhnya, bahkan menantang tetangga penulis yang udah sewot duluan, bila perlu dibongkar aja lagi cor-an semen untuk membuktikan apa yang dituduhkan tetangga penulis tadi. Penulis cuma berpesan jika hal itu benar mulai esok hari penulis akan coba bayar mata-mata untuk memastikan para pekerja untuk memotret langsung jika ada kejadian pekerja tidak menggunakan besi, atau menarik besi yang baru saja dicor semen.

Mungkin dengan adanya pesan penulis, mereka (para pekerja-red) melaporkan kejadian tersebut kepada pemborong yang ketepatan teman penulis juga yang berprofesi sebagai guru disalah satu Madrasah swasta.

Keesokan paginya tak lama penulis berberes-beres lapak dagangan, beliau (pemborong) pun hadir di kios penulis, dan bercerita begono - begini dan macam - macamlah. Dari pembicaraan beliau, bahwasanya untuk mendapatkan proyek itu tidaklah mudah, mengingat persaingan bisnis yang semakin bersaing dan harus suap sana suap sini, serta berani membayar besar kepada CV (yang seharusnya mengerjakan langsung proyek)  maka dana yang cair tidak sesuai dengan yang tertera di Plank Proyek yang sudah terpasang diujung gang.

Mendengar hal itu penulis mencoba bertanya, kenapa mau ambil proyek yang besar namun duitnya tidak sesuai dengan anggaran yang dikeluarkan Pemda.? Selalu alasan yang sama yang sering kita dengar, demi periuk di dapur. Mau tidak mau, dan pintar - pintar lah menggunakan materil bangunan agar mendapatkan untung, dan yang terutama tidak tekor memborong proyek tersebut.

Diujung cerita penulis cuma berpesan, usahakanlah jangan terlalu jarang sekali antara besi yang satu dengan yang lainnya, karena jalanan digang tempat penulis tinggal dan didepan rumah penulis tanjakannya cukup terjal, besar kemungkinan terkikis air dari hulu ketika hujan tiba.

Setelah cerita panjang lebar, teman penulis itu pun pamit dan dengan sigap meninggalkan amplop. Waw…??? penulis tidak bisa berkata apa -apa lagi, beliau pun langsung kabur. Satu hari amplop tersebut sama penulis, rasa tidak enak itu selalu hadir setiap saat. Jika kita gunakan untuk belanja atau digunakan untuk yang lainnya menyangkut kehal  yang pribadi, sudah pasti dan tidak elak lagi penulis adalah bagian dari Korupsi massal, oh tidak, penulis malah sering dijejaring sosial meneriakkan koruptor itu adalah musuh negara, musuh semua orang dan macam - macam lainnya, mengapa giliran diamplopi kok malah santai.?

Sempat terpikirkan untuk membeli besi kontruksi semenisasi jalan, tapi penulis tidak mengetahui berapa harga per-unitnya, penulis rasa cukup mahal. Coba - coba menerawang dibawah lampu yang terang untuk mengetahui jumlah isi amplop tersebut, sepertinya tidak cukup untuk membeli besi tersebut. Lantas penulis pun mencoba minta penjelasan Ustadz yang juga berprofesi sebagai guru Honorer yang hingga kini tidak mau jadi PNS, dikarenakan selalu ada yang mencoba minta uang sogokan kepada beliau. Terang saja beliau menyuruh penulis untuk mengembalikan amplop yang penulis terima dari pemborong tersebut, walaupun cukup untuk membeli besi untuk kontruksi semenisasi jalan tetap saja kita menerima aliran dana APDB untuk proyek semenisasi di gang sendiri. Maksud hati hendak mendapat dukungan agar pemborong merasa malu karena besi dibelikan warga eh malah kena ceramah. Keesokan harinya penulis sengaja mendatangi para pekerja yang ketepatan pemborongnya juga ada disitu, dengan sigap penulis mengembalikan amplop yang diberikan sehari sebelumnya dan langsung ngacir pergi.

Alhamdulillah, enggak sempat jadi koruptor kecil - kecilan. Coba kalau jadi, suatu saat mereka itu kena panggil KPK, Iloeng Sitorus menerima aliaran dana tersebut dan dinyatakan bersalah. Hemmm, keitika pas diterawang dibawah sinar lampu, isi dalam amplop tersebut cuma dua lembar saja kok, yang satu gambar sang Proklamator, dan satu lagi gambar pahlawan I Gusti Ngurah Rai. Bisa pembaca bayangkan jika hal tersebut terjadi, gara - gara dua lembar isi amplop tersebut penulis didakwa dengan kurungan misalkan 5 tahun penjara dan denda ratusan juta(seperti yang di Tivi - tivi itu), dan tidak mampu membayar pengacara handal untuk mengurangi tuntutan jaksa, penulis sendiri tidak bisa membayangkannya. Ckckckckc..

Pesan moral : Mulailah merubah pola hidup dari diri sendiri, jangan berharap banyak dari Pemerintah, terutama Pemimpin negeri ini, apalagi sama KPK, kalau tidak dimulai dari diri sendiri, “kalau tidak kita siapa lagi, kalau tidak sekarang, kapan lagi”.

Sumber kutipan :  kalau tidak salah Tagline Partai Gerindra “kalau tidak kita siapa lagi, kalau tidak sekarang kapan lagi”.

penulis (iloeng sitorus)

Silahkan Gunakan Facebook Comment, Jika Anda Tidak Memiliki Url Blog!

Comments for blogger! brought to you by INFONETMU , Ingin Kotak Komentar seperti ini? KLIK DISINI!?
Share this article :

Post a Comment

GALERI

 
Support : Creating Website | Bagan Batu | Bagan Batu Online
Copyright © 2011. Bagan Batu Online - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Kota SAWIT
Proudly powered by Blogger